LigaIndonesia; Liga Italia; Liga Champions; Liga Lain; Liga Inggris; Liga Spanyol; Internasional; Bundesliga; tidak ada yang bisa mengontrol apakah minyak goreng curah itu dari bekas jelantah atau bukan, serta tak jelas produsennya siapa. 29/07/2022, 08:20 WIB Ini tanggapan asosiasi. 25/07/2022, 13:49 WIB. Whats New. GIMNI: Pasokan
› Ekonomi›Jelantah yang Melimpah, tapi... Meski melimpah di Indonesia, belum ada aturan spesifik menyebutkan jelantah sebagai limbah maupun larangan penggunaannya untuk bahan baku konsumsi. Sementara jelantah marak digunakan sebagai bahan baku industri makanan. OlehIRENE SARWINDANINGRUM/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/KURNIA YUNITA RAHAYU 5 menit baca KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM Suasana salah satu gudang jelantah yang dipasarkan untuk ekspor di Kabupaten Tangerang, Rabu 26/2/2020. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, namun masih minim dalam KOMPAS — Penggunaan jelantah yang sebagian masih untuk sektor konsumsi menunjukkan lemahnya pengawasan soal tata kelola minyak goreng bekas pakai tersebut. Produksi minyak jelantah Indonesia diperkirakan melimpah, antara 2-3 juta ton setahun. Namun aturan, baik dari tata niaga, lingkungan, maupun kesehatan warga terkait penggunaan jelantah masih sangat tingkat nasional, belum ada aturan yang secara spesifik menyebutkan jelantah sebagai limbah maupun larangan penggunaannya untuk bahan baku konsumsi. Satu-satunya aturan yang sudah berlaku dan secara spesifik mengatur baru Peraturan Gubernur Pergub DKI Jakarta Nomor 167/2016 tentang Pengelolaan Limbah Minyak Goreng. Pergub mendorong agar limbah minyak goreng dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif berupa biodiesel atau sektor nonkonsumsi. Padahal, penggunaan jelantah untuk sektor konsumsi telah banyak diteliti berbahaya untuk kesehatan dalam jangka Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, dalam setahun rata-rata konsumsi minyak goreng 5,2 juta ton. Dengan perkiraan susut 40-60 persen, jelantah yang dihasilkan diperkirakan 2-3 juta ton per tahun.”Jumlahnya tidak sedikit. Secara nasional diperkirakan jelantah untuk konsumsi sekitar 20 persen dari minyak goreng yang beredar karena masih minimnya aturan,” katanya di Jakarta, Selasa 18/2/2020.Dari tata niaga, kata Sahat, pengaturan perdagangannya belum ada sehingga siapa saja dapat membelinya dari penghasil jelantah tanpa pengawasan ke mana jelantah akan SARWINDANINGRUM Suasana pengumpulan jelantah oleh para kader juru pemantau jentik RW 002, Pela Mampang, Jakarta Selatan, Jumat 26/2/2020. Kegiatan pengumpulan jelantah untuk ditampung sejumlah organisasi dan lembaga ini menumbuhkan kesadaran warga bahwa jelantah adalah limbah yang perlu dikelola. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, tetapi masih minim dalam sisi lingkungan, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, minyak goreng bekas atau biasa disebut jelantah tidak termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun B3 yang tercantum dalam lampiran PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Jelantah tidak pula termasuk dalam kategori sampah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan belum ada penyebutan spesifik, Rosa mengatakan, jelantah dapat dikategorikan limbah non-B3. Oleh karena itu, jelantah sebagai limbah harus dikelola dan tidak boleh dibuang karena akan mencemari juga Jelantah Dipakai di Industri MakananHal ini sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 Ayat 1 a, yaitu setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan sisi kesehatan, Direktur Kesehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali mengatakan, sejumlah peraturan untuk melindungi keamanan produksi makanan sudah SARWINDANINGRUM Jelantah masih disalahgunakan untuk sektor konsumsi seperti dalam produksi tahu pong di Kabupaten Bogor, Senin 2/3/2020. Indonesia menghasilkan jelantah dalam jumlah besar, tetapi masih minim dalam pengaturan dan di antaranya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan tidak sedikit. Secara nasional diperkirakan jelantah untuk konsumsi sekitar 20 persen dari minyak goreng yang beredar karena masih minimnya regulasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Baik yang diproduksi pada skala rumahan, jasa boga, maupun rumah makan dan ketiga aturan itu pun tak secara spesifik melarang penggunaan jelantah untuk konsumsi. ”Dalam peraturan tersebut memang tidak ada secara spesifik tertulis tentang jelantah, tetapi pemilihan bahan makanan harus aman,” kata juga Tergoda Keuntungan, Abaikan KesehatanContohnya, untuk bahan baku yang dikemas harus memiliki label atau merek, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, dan kemasan tidak rusak, pecah atau kembung. Selain itu, bahan makanan juga belum kedaluwarsa serta hanya satu kali Center for South East Asia Food Agricultural Science and Technology Seafast Institut Pertanian Bogor IPB Nuri Andarwulan mengatakan, belum ada acuan teknis untuk menggunakan minyak goreng yang aman di Indonesia selain standar SNI minyak goreng yang ditujukan untuk standar negara-negara lain sudah memiliki regulasi terkait ambang batas maksimal penggunaan, yaitu dengan mengukur total polar material TPM atau nilai total material larut air dalam minyak goreng. Semakin sering digunakan, nilai TPM semakin tinggi, dan semakin meningkatkan risiko kanker. KOMPAS Penggunaan minyak bekas alias jelantah di sejumlah industri pangan rumahan mengancam kesehatan. Minyak goreng bekas bersifat karsinogenik atau dapat memicu munculnya penyakit kanker. Dorong pengaturanKetua Umum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia Apjeti Matias Tumanggor meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur tata kelola perdagangan jelantah agar pemanfaatannya bisa tepat guna. Dampaknya, publik tidak tahu yang disebut jelantah adalah minyak goreng yang berapa kali itu, publik juga belum tahu bagaimana mengurus jelantah setelah pemakaian. Jelantah dalam jumlah besar masih dibuang ke selokan sehingga membuat aliran air dia, ada lima kementerian yang perlu duduk bersama membahas soal regulasi jelantah. Lima kementerian itu adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian jumlah penduduk yang besar disertai konsumsi yang besar, kita punya potensi menjadi penghasil jelantah terbesar. Ini potensi yang besar sebagai bahan baku biodiesel. Sebagian malah dieskpor ke Minyak Sawit Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Sambodo, menegaskan, penggunaan jelantah yang tepat seharusnya untuk bahan baku biodiesel dan bukan untuk digunakan kembali sebagai bahan baku untuk menggoreng yang akan dikonsumsi. ”Jelantah itu untuk ’dimakan’ mesin bukan ’dimakan’ manusia,” ujar mencegah jelantah bocor untuk dikonsumsi, menurut Max, langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah mewajibkan minyak goreng menggunakan kemasan dan melarang curah. Sebab, tampilan visual jelantah dengan minyak curah yang serupa dan tak bisa teridentifikasi asalnya, bisa mengelabui warga sehingga jelantah mudah masuk ke pasaran SARWINDANINGRUM Kepala Laboratorium Biodiesel dan Proses Katalitik Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi Lemigas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM Ali Rimbasa Siregar di Jakarta, Jumat 6/3/2020, menunjukkan biodiesel dari jelantah yang dihasilkan dari uji coba yang dilakukan lembaga penelitian pemberlakuan minyak goreng kemasan, minyak goreng yang ada memiliki identitas, kode produksi, sehingga memudahkan penelusuran pihak produsennya. Hal ini lebih menjamin warga agar memperoleh minyak goreng yang jelas produksi dan minyak goreng kemasan wajib diberlakukan, lanjut Max, pengaturan tahap berikutnya adalah mengatur tata kelola alur pembuangan limbah. Pengaturan itu harus memastikan bahwa jelantah tidak untuk kembali dikonsumsi dan harus dipasok untuk menjadi bahan baku biodiesel.”Dengan jumlah penduduk yang besar disertai konsumsi yang besar, kita punya potensi menjadi penghasil jelantah terbesar. Ini potensi yang besar sebagai bahan baku biodiesel. Sebagian malah dieskpor ke Eropa. Mereka bisa melihat peluang ini, tapi kita malah belum,” ujar juga Jelantah Indonesia Mengalir hingga ke EropaInisiatif minyak goreng wajib kemasan itu sebetulnya sudah digulirkan sejak 2014 melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 80 Tahun 2014 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan. Namun pelaksanaannya selalu tertunda. Paling anyar, pelaksanaan minyak goreng wajib kemasan sedianya diberlakukan 1 Januari 2020, tetapi kembali Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menjelaskan, mundurnya pelaksanaan peraturan itu karena belum siapnya industri minyak goreng untuk membuat itu, juga ada kekhawatiran dari pelaku usaha akan terjadi kenaikan harga karena harus menggunakan minyak goreng wajib kemasan yang tentu lebih mahal daripada minyak goreng curah. Setelah melakukan diskusi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk pengusaha minyak goreng dan pelaku usaha, disepakati pemberlakuan peraturan minyak goreng wajib kemasan mundur pada awal Januari juga Lika-liku Jelantah, Si Limbah Minyak Goreng
HDEnergi merupakan perusahaan pengumpul limbah minyak bekas / jelantah, yang membantu Indonesia bebas dari limbah dan serta membantu menghijaukan lingkungan. Used cooking oil, uco, UCO in Indonesia, Used Cooking Oil in Indonesia, UCO in Jakarta, Used cooking in Jakarta, Minyak bekas, minyak jelantah, minyak
Jakarta -PT Sejahtera Karna Menggoreng PT SKM meluncurkan J-lantah, aplikasi yang membantu mengumpulkan minyak jelantah dari masyarakat perkotaan. Aplikasi itu hadir untuk menargetkan ibu-ibu rumah tangga, catering, warung, dan lainnya, dalam volume kecil minimal 1 liter.Direktur PT SKM Heri Susanto menjelaskan dibentuknya aplikasi itu berawal dari sebuah ide untuk memberdayakan sahabat yang mengungkapkan kekhawatirannya hidup di masa pandemi Covid-19. Akhirnya pada Oktober 2021 dari kepedulian terhadap sesama dan pengalaman beberapa teman yang sudah menjalankan bisnis minyak bekas, berdirilah perusahaannya.“Background kami teman-teman dari Ekonomi UI satu angkatan. Jadi pada saat itu kita khawatir karena sudah mulai banyak yang tidak mendapatkan penghasilan. Beberapa teman yang mulai usaha tidak berjalan dengan baik, dan tabungan mereka juga habis di awal Covid-19,” ujar Heri dalam acara soft launching aplikasi J-lantah di Gedung LM System Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Agustus 2022. Akhirnya setelah beberapa jenis usaha dilakukan, lalu tercetus ide mengumpulkan minyak jelantah bekas, terutama yang dihasilkan oleh rumah tangga. “Dan itu yang kita amini sampai akhirnya memiliki pemikiran ubah limbah menjadi berkah melalui minyak jelantah yang secara sadar atau tidak sadar dimiliki oleh rumah tangga di Indonesia,” tutur belakang lainnya, menurut Heri, Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia, yaitu sekitar 46,8 juta ton di tahun 2021 dengan peningkatan rata rata 2-3 persen per tahun. Minyak sawit itu sebagian diolah untuk menghasilkan minyak goreng dan dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk makanan goreng yang telah dikonsumsi masyarakat kemudian menjadi limbah berupa minyak jelantah yang sering juga disebut used cooking oil UCO. Minyak jelantah sebagian dihasilkan oleh pemakaian minyak goreng di industri, seperti restoran, warung, kafe, hotel, pabrik kerupuk, kentang goreng, kacang goreng, keripik, dan lainnya yang jumlahnya sekitar 9 persen. “Tetapi sebagian besar minyak jelantah justru dihasilkan oleh rumah tangga terutama di daerah perkotaan, yang jumlahnya mencapai sekitar 91 persen,” kata PT SKM menyediakan dua aplikasi J-lantah bagi para user rumah tangga, restoran, dan lainnya dan juga Mitra J-lantah driver online dengan jumlah penyetoran minimal 1 liter. Sehingga diharapkan sebagian besar minyak jelantah yang dihasilkan oleh rumah tangga tidak lagi dibuang begitu saja tapi dikumpulkan untuk menjadi bahan baku Manajer PT SKM Fachrul Fauzi menjelaskan pengumpulan minyak jelantah ini akan bekerja sama dengan ribuan mitra driver dan puluhan pemilik pool yang tersebar di area Jabodetabek pada tahap awal. Menurut dia dengan menggunakan aplikasi itu masyarakat bisa mendapatkan penghasilan tambahan. “Dan membuka ribuan lapangan kerja bagi mitra J-lantah, dan juga income bagi para pemilik pool yang mengalami kesulitan ekonomi karena situasi dan kondisi pandemi yang cukup panjang,” ucap J-lantah, kata Fachrul, diyakini dapat mengumpulkan minyak jelantah yang potensinya sangat besar dari rumah tangga secara sistematis, terstruktur dan masif, konsisten dan terus-menerus. “Sehingga menghasilkan bahan baku biodiesel dalam jumlah yang cukup besar, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar alternatif, baik di dalam negeri maupun untuk diekspor ke luar negeri,” kata Juga Pemkot Samarinda Raih Rekor MURI Kumpulkan Minyak Jelantah TerbanyakIkuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.Dengankonversi 5 liter minyak jelantah menjadi satu liter biodiesel maka potensi biodiesel menjadi 600.000 liter dari total jelantah yang dikumpulkan. Saat ini, Indonesia memang sudah memanfaatan minyak jelantah untuk menjadi biodiesel dan pemanfaatan namun masih minim, yakni hanya berkisar 20% dari total minyak yang dikumpulkan atau hanya › Ekonomi›Jelantah Mengalir sampai ke... Jelantah yang dulu dianggap limbah ternyata sekarang laku di pasaran Eropa. Seiring meningkatnya tren ”ramah lingkungan” di benua itu, nilai ekspor jelantah pun terus naik dua tahun ini. Oleh IRENE SARWINDANINGRUM / BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA / KURNIA YUNITA RAHAYU 6 menit baca KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Para pekerja di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020, menyaring jelantah yang didapatkan dari berbagai sumber, seperti pabrik makanan dan minuman, restoran, serta pedagang kaki lima. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah yang selanjutnya akan dijual ke eksportir KOMPAS — Nilai ekspor limbah minyak goreng atau jelantah ke Eropa terus meningkat di tengah rencana pembatasan Uni Eropa terhadap produk minyak sawit dari Indonesia. Harganya yang semakin menggiurkan menggerakkan mata pencarian baru. Sementara nilai ekspor industri sawit justru menurun meskipun masih jauh lebih besar dari data Kementerian Perdagangan, total ekspor minyak jelantah dengan Harmonized System HS Code Used Cooking Oil UCO Indonesia pada 2019 mencapai 37,31 juta dollar AS Rp 541,11 miliar. Angka ini tumbuh 43,7 persen dibandingkan dengan nilai pada 2018 sebesar 25,96 juta dollar AS. Dari sisi volume, total ekspor jelantah Indonesia pada 2019 mencapai ton, naik dari 2018 yang sebesar ton. Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia Apolin, nilai ekspor produk sawit pada 2019 sebesar 19,24 miliar dollar AS atau turun 12,8 persen dari nilai pada 2018 sebesar 22,08 miliar dollar AS kendati dari sisi volume naik sebesar 3,4 persen. Penurunan nilai terjadi karena penurunan menjadi tujuan ekspor jelantah terbesar dengan persentase 34,03 persen dari seluruh ekspor jelantah, yakni 13,46 juta dollar AS Rp 195,17 miliar, dengan volume ton. Selain ke Belanda, Indonesia juga tercatat melakukan ekspor jelantah ke negara Eropa lain, yakni Inggris, Polandia, dan juga Jelantah Dipakai di Industri MakananKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Suasana di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah yang dikumpulkan baik dari pabrik makanan dan minuman, restoran, hingga pedagang kaki lima. Jelantah yang terkumpul selanjutnya dijual ke eksportir dengan harga sekitar Rp per di ekspor ke negara-negara Eropa, jelantah Indonesia juga diekspor, antara lain, ke Malaysia, Korea Selatan, China, Brasil, dan Filipina. Setidaknya terdapat 10 perusahaan pengekspor jelantah yang terdaftar di Kementerian pintu ekspor terbesar adalah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, dan Tanjung Priok di Jakarta Utara. Sumber jelantah mulai dari warung, restoran, katering, hotel, restoran berjaringan, dan industri makanan. Penghasil jelantah dalam volume besar, seperti industri makanan dan restoran berjaringan, biasanya sudah mempunyai kontrak jual-beli jelantah dengan perusahaan eksportir atau pengepul Utama CV Artha Metro Oil Setiady mengatakan, perusahaannya sudah mengekspor jelantah sejak 2013. Tujuan ekspornya, antara lain, Belanda, Jerman, Inggris, Malaysia, dan Korea Selatan. Dalam setahun perusahaan yang beralamat di Sidoarjo, Jawa Timur, itu bisa mengekspor ton. ”Di Eropa digunakan untuk bahan baku biodiesel,” Artha Metro Oil memperoleh jelantah dari jaringan restoran siap saji, antara lain McDonald dan KFC, juga dari mitra pengumpul jelantah yang tersebar di seluruh juga Tergoda Keuntungan Abaikan KesehatanEkonomi baru Rantai jelantah di Jabodetabek dimulai dari pengumpul jelantah yang berkeliling dari warung ke warung. Jelantah yang terkumpul lalu disalurkan ke pengepul kecil, ke pengepul sedang, besar, dan berakhir di eksportir sebelum dikapalkan. Rano Rusdiana 35, pengumpul jelantah tingkat sedang di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, memulai usaha pengumpulan jelantah ini sekitar tahun 2012. Awalnya ia merupakan sopir truk ekspedisi minyak goreng yang kerap berhubungan usaha dengan katering dan ini, ia mengumpulkan jelantah dari PKL, warung, hingga waralaba restoran tingkat sedang. Usahanya terus membesar. Dari satu armada, sekarang ia sudah mempunyai empat armada ini, targetnya adalah 60 ton jelantah per bulan. Volume ini terus bertambah dari awal ia memulai yang tak sampai 0,5 ton sebulan. Rano mengambil keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual. Ia biasanya membeli jelantah dengan harga Rp per kg dan bisa menjualnya lagi Rp per kg ke juga Lika Liku Jelantah, Si Limbah Minyak GorengKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Tumpukan jeriken jelantah di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah dari berbagai sumber, seperti pabrik makanan dan minuman, restoran, serta pedagang kaki lima, yang selanjutnya akan dijual ke eksportir jelantah terus naik. Lonjakan harga tertinggi terjadi saat isu Eropa membatasi minyak sawit mentah CPO dari Indonesia sekitar tiga bulan terakhir. ”Ini saya sebenarnya merasa aneh, kenapa CPO malah dibatasi, tetapi, kok, permintaan jelantah semakin tinggi,” jelantah CV Slamet Widodo di Kabupaten Tangerang menerima 7,5 ton sehari atau sekitar 225 ton sebulan. Truk-truk yang mengantar jelantah terlihat keluar masuk tiada henti sepanjang siang. ”Kami terima jelantah dari Jabodetabek, Palembang, Lampung, dan Bandung,” kata pemilik usaha Slamet sana, jelantah dipanaskan dan disaring dari kotoran padat. Slamet menjual jelantah Rp per kg. Menurut dia, harga jelantah akan terus meningkat karena semakin tingginya permintaan dari Eropa. Bahkan, saat ini, harga dari eksportir ke perusahaan pengolah biofuel di Eropa bisa mencapai lebih dari Rp per / AGUIDO ADRI Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Hijau Peneliti Bidang Industri dan Perdagangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Sambodo, mengatakan, ekonomi tetap menjadi faktor utama Eropa tertarik membeli jelantah dari Indonesia karena harganya lebih murah dari itu, juga dari kuatnya tekanan politik, lingkungan, serta partai buruh dan petani di sana seiring meningkatnya kesadaran akan teknologi ramah lingkungan dan keberpihakan pada buruh dan petani.”Saat ini kesadaran terhadap teknologi ramah lingkungan sedang menguat di sana ditambah partai buruh dan petani yang menyuarakan perlindungan buruh dan produk pertanian mereka. Dengan jelantah, artinya tetap ada pengolahan menjadi biodiesel, artinya ada nilai tambah serta menyerap tenaga kerja di sana dan melindungi produk pertanian lokal mereka,” ujar Max. Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, ekspor jelantah Indonesia ke Eropa sah-sah saja. Sebab, Uni Eropa hanya menolak ekspor minyak kelapa sawit mentah dalam bentuk biofuel atau minyak sawit mentah untuk biofuel. Adapun ekspor hasil olahan kelapa sawit untuk keperluan lain, seperti industri makanan dan kosmestik, tak juga Rezeki Minyak Goreng Bekas untuk Bahan Baku BiodieselKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Salah satu bagian instalasi pembuatan biodiesel di Laboratorium Biodiesel dan Proses Katalitik, Puslitbangtek Lemigas, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 6/3/2020. Pada 2018, laboratorium ini pernah menguji coba pembuatan biodiesel berbahan baku liter jelantah. Namun, penelitian tidak berlanjut karena kesulitan mendapatkan bahan kunjungannya, Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pengembangan Koperasi Belanda Sigrid Kaag mengatakan belum memiliki data detail mengenai impor jelantah dari Indonesia. Menurut dia, Belanda tetap akan bekerja sama dengan Indonesia untuk memproduksi kelapa sawit secara tak menampik ada kekhawatiran yang beralasan dari Uni Eropa serta dunia internasional terhadap produksi minyak kelapa sawit yang berkontribusi terhadap polusi dan deforestasi. Namun, ia yakin ada solusi alternatif yang bisa ditempuh tanpa merugikan Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar minyak kelapa sawit.”Kami terus berdiskusi dengan UE untuk membahas bagaimana cara terbaik melalui transisi ini agar lebih adil untuk Indonesia,” dalam negeri Ketua Umum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia Apjeti Matias Tumanggor mengatakan, besarnya ekspor jelantah Indonesia keluar negeri menunjukkan, Indonesia belum bisa memanfaatkan potensi dalam diaa, jelantah seharusnya bisa dimanfaatkan untuk biodiesel di dalam negeri. ”Sekarang ini kita baru menjadi pemulung, yaitu mengumpulkan dan menjual ke luar saja,” pemanfaatan jelantah untuk biodiesel, menurut Max, berpotensi mengurangi tekanan perluasan kebun sawit yang menjadi sumber kritik Eropa terhadap sawit Indonesia karena dinilai merusak lingkungan. ”Tentunya ini akan menjadi citra baik bagi sawit kita,” katanya. NIA/BKY/IRE
Soloposcom, JAKARTA-Rencana penghapusan minyak goreng curah mendapat dukungan dari Ketua Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Terbarukan Indonesia (Apjeti), Matias Tumanggor. Selain menjaga dari sisi kesehatan, langkah ini juga memberi kepastian pada Apjeti. Promosi Hotel Paling Recommended Dekat Pantai di Jepara, Ya d'Season Premiere
Salahsatu kegiatan dalam program ini adalah pengembangan produk yaitu mengolah minyak jelantah menjadi produk lilin aromaterapi dan sabun padat. Dalam hal ini, BITHUB menggandeng akademisi Fakultas Teknologi Pertanian Unud yaitu Dr. Dewa Ayu Anom Yuarini, S.TP., M.Agb., sebagai trainer untuk seluruh banjar yang memperoleh program BCS ini.
pengepulminyak jelantah, pengepul minyak jelantah batam, harga minyak goreng jelantah, jual minyak goreng jelantah, harga minyak jelantah di pengepul, asosi
Sementaraitu, Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, menambahkan, minyak jelantah biasanya diperoleh dari pengumpul lalu masuk ke dalam proses pembersihan dengan cara filtrasi. Proses itu untuk kebutuhan pembersihan dari partikel solid, air, dan pengeruhan. Umumnya, minyak jelantah digunakan untuk kebutuhan nonmakanan.
Pasal294 (1) Setiap orang yang mengangkut barang khusus dan barang berbahaya tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
BacaJuga : GIMNI: Minyak Jelantah Jadi Alternatif Bahan Baku Biodiesel. "Pengembangan biodiesel berbasis minyak jelantah juga memiliki peluang untuk dipasarkan, baik di dalam negeri maupun untuk di luar negeri," tuturnya, dalam webinar Katadata, Kamis (7/1/2020). Dengan memanfaatkan minyak jelantah, biaya produksi bisa lebih hemat 35 VIyoOW.