Tujuanpembuatan pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah menciptakan komitmen mengenai kegiatan yang dikerjakan oleh penyidik dan satuan unit kerja Sat Reskrim Polres Tanjungpinang untuk menjadikan penyidik yang profesional, proposional, bermoral dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia. 3
Angka kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat pada 3 tahun terakhir. Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat kasus kecelakaan kerja pada tahun 2018, sempat turun menjadi kasus di tahun 2019, lalu meningkat lagi menjadi kasus kecelakaan kerja pada tahun kasus-kasus tersebut, bekerja di ketinggian merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki jumlah kasus paling tinggi. Di berbagai sektor industri terdapat area kerja yang mengandung resiko terjatuh dari ketinggian, sehingga diperlukan regulasi atau standar operasional yang jelas terkait dengan bekerja di ketinggian. Daftar isi 1 Pengertian Bekerja di Ketinggian Definisi 2 Standar Operasional Bekerja di Ketinggian3 Peran Pengusaha Dalam K3 Pengertian Bekerja di Ketinggian Sejak tahun 2016 sudah ada aturan baru dari Pemenaker terkait bekerja di ketinggian. Namun sebelum masuk ke pembahasan regulasi atau standar operasionalnya, perlu kita mengerti apa definisi dari bekerja di ketinggian. Berikut definisi bekerja di ketinggian menurut Permenaker 09 Tahun 2016 “Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di tempat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“. Pengertian bekerja di ketinggian menurut peraturan baru ini memiliki perbedaan fundamental dengan pemahaman yang selama ini berkembang. Sebelumnya praktisi terbatas pada lingkup pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian diatas 1,8 meter, sedangkan pada permenaker 09 tahun 2016 tidak memberi batasan terkait ukuran dan tempat kerja. Penekanan lebih kepada aspek adanya beda tinggi’ dan memiliki potensi jatuh. Adanya peraturan baru terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja pekerjaan di ketinggian, hal ini tentunya wajib dipahami terutama oleh praktisi pelaku di lapangan dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 tahun 2016 yang mengatur tentang K3 Pekerjaan di Ketinggian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup bekerja di ketinggian secara menyeluruh. Standar Operasional Bekerja di Ketinggian Permenaker No 09 tahun 2016 ini mewajibkan kepada pengusaha dan atau pengurus untuk menerapkan K3 dalam bekerja di ketinggian. Penerapan K3 dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal berikut Perencanaan Dilakukan dengan tepat dengan cara yang aman serta diawasi Prosedur Kerja Untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian Teknik tatacara Bekerja yang aman APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan Angkur Tenaga Kerja kompeten dan adanya Bagian K3 Pada tahap Perencanaan harus memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dengan kondisi ergonomi yang memadai melalui jalur masuk access atau jalur keluar egress yang telah disediakan. Kemudian masih dalam tahap Perencanaan pihak pengusaha dan atau pengurus wajib Menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya tenaga kerja Menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi Teknik dan Cara perlindungan Jatuh Cara pengelolaan peralatan Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan Pengamanan tempat kerja Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Peran Pengusaha Dalam K3 Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memasang perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembagian kategori wilayah meliputi Wilayah Bahaya, Wilayah Waspada dan Wilayah Aman. Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memastikan bahwa tidak ada benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera atau kematian, membatasi berat barang yang boleh dibawa tenaga kerja maksimal 5 kilogram diluar APD, berat barang yang lebih dari 5 kilogram harus dinaik turunkan dengan menggunakan sistem katrol. Selain itu pengusaha dan/atau pengurus wajib membuat rencana dan melakukan pelatihan kesiapsiagaan tanggap darurat. Memastikan bahwa langkah pengendalian telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik yang dilakukan pada lantai kerja tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja pada ketinggian di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada akses tali, maupun pada posisi bidang kerja miring. Pada pasal 31, Pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan di ketinggian yang dibuktikan dengan Lisensi K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal. Perusahaan bisa memberikan training kepada karyawan secara pribadi maupun melalui institusi. Selain training, tentunya penggunaan APD pun diperlukan untuk memenuhi standar bekerja di ketinggian working at high. Untuk kebutuhan APD, KSS menyediakan berbagai produk APD fall protection untuk pekerja proyek. Hubungi kami melalui email yang tertera pada website.
3 Bagaimanakah pengaruh Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Pengawasan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Yusen Logistics Solutions Indonesia di Warehouse dua? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisa Pengaruh Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap Kinerja
SOP Bekerja Di Ketinggian – Adanya peraturan baru terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja pekerjaan di ketinggian, hal ini tentunya wajib dipahami terutama oleh praktisi pelaku di lapangan dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 tahun 2016 yang mengatur tentang K3 Pekerjaan di Ketinggian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup bekerja di ketinggian secara menyeluruh. Pengertian bekerja di ketinggian menurut peraturan baru ini memiliki perbedaan fundamental dengan pemahaman yang selama ini berkembang. Sebelumnya praktisi terbatas pada lingkup pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian diatas 1,8 meter, sedangkan pada permenaker 09 tahun 2016 tidak memberi batasan terkait ukuran dan tempat kerja. Penekanan lebih kepada aspek adanya beda tinggi’ dan memiliki potensi jatuh. Sebelum kita uraikan terkait standard bekerja di ketinggian, perlu kita ketahui terkait pengertian atau definisi terkait bekerja di ketinggian menurut peraturan baru Definisi Bekerja pada Ketinggian Menurut Permenaker 09 Tahun 2016 “Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di tempat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“. Permenaker No 09 tahun 2016 ini mewajibkan kepada pengusaha dan atau pengurus untuk menerapkan K3 dalam bekerja di ketinggian. Penerapan K3 dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal berikut Perencanaan Dilakukan dengan tepat dengan cara yang aman serta diawasi Prosedur Kerja Untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian Teknik tatacara Bekerja yang aman APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan Angkur Tenaga Kerja kompeten dan adanya Bagian K3 Pada tahap Perencanaan harus memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dengan kondisi ergonomi yang memadai melalui jalur masuk access atau jalur keluar egress yang telah disediakan. Kemudian masih dalam tahap Perencanaan pihak pengusaha dan atau pengurus wajib Menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya tenaga kerja Menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi Teknik dan Cara perlindungan Jatuh Cara pengelolaan peralatan Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan Pengamanan tempat kerja Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memasang perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembagian kategori wilayah meliputi Wilayah Bahaya, Wilayah Waspada dan Wilayah Aman. Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memastikan bahwa tidak ada benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera atau kematian, membatasi berat barang yang boleh dibawa tenaga kerja maksimal 5 kilogram diluar APD, berat barang yang lebih dari 5 kilogram harus dinaik turunkan dengan menggunakan sistem katrol. Selain itu pengusaha dan/atau pengurus wajib membuat rencana dan melakukan pelatihan kesiapsiagaan tanggap darurat. Memastikan bahwa langkah pengendalian telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik yang dilakukan pada lantai kerja tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja pada ketinggian di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada akses tali, maupun pada posisi bidang kerja miring. Pada pasal 31, Pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan di ketinggian yang dibuktikan dengan Lisensi K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal. Semoga sedikit ulasan mengenai tatacara bekerja di ketinggian menurut peraturan baru Permenaker no 9 tahun 2016 ini dapat membantu memberikan gambaran, wawasan serta pemahaman terutama terhadap aspek implementasi bekerja di ketinggian di tempat kerja. Untuk melindungi diri dari risiko jatuh, penting menggunakan semua alat yang sudah dijelaskan diatas, tentunya alat harus sesuai dengan standar keselamatan. Selain itu, setiap pekerja harus memahami K3 kesehatan dan keselamatan kerja sebagai fondasi untuk bekerja. HSE Prime sangat peduli akan keselamatan kerja dengan mengadakan program pelatihan bekerja di ketinggian yang bersertifikasi Kemnaker RI, dan telah dipercaya oleh banyak perusahaan swasta maupun pemerintahan. Untuk informasi lebih lanjut klik disini. Sumber Artikel

StandarOperasional Prosedur STAIN Sultan Abdurrahman KEPRI 2 5.6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara 6. Persyaratan 6.1

K3 Bekerja Di Ketinggian Bekerja di ketinggian memiliki resiko tinggi yang menimbulkan terjadinya bahaya disekitar Kita dan menjadi salah satu penyebab terbesar kematian dan luka berat, tetapi hingga saat ini masih banyak pekerja dan pengusaha yang kurang peduli dengan keselamatan diri mereka saat bekerja padahal bahaya selalu mengintai mereka setiap saat. Pengertian Bekerja Diketinggian Menurut OHSA Standar Melakukan pekerjaan atau kegiatan yang lokasinya setinggi 6 feet 1,8 meter atau lebih Menurut Permenaker No. 09 Thn 2016 Kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja dipermukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda Bekerja pada ketinggian dapat diartikan Kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain cidera atau kematian dan menimbulkan kerugian. Dasar Hukum Undang-undang Nomor I Tahun 1970 Pasal 2 Ayat 2 Huruf i Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; Pasal 4 Mencegah dan mengurangi kecelakaan;Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; Permenakertrans Thn 2010 Pasal 2 Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat harus sesuai SNI atau standar yang wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma Pasal 3 Ayat 1 pelindung kepala;pelindung mata dan muka;pelindung telinga;pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;pelindung tangan; dan/ataupelindung kaki. 3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 9 Thn 2016 Pasal 2 Pengusaha dan/atau Pengurus wajib Menerapkan K3 dalam bekerja pada ketinggian. Prosedur Kerja aman dalam bekerja di ketinggian. Prosedur atau SOP Merupakan runtutan atau langkah-langkah yang harus diketahui dan dilakukan jika harus bekerja pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya jatuh, agar terhindar dari kecelakaan kerja meliputi Teknik dan cara perlindungan jatuhCara pengelolaan peralatanTeknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaanPengamanan tempat kerjaKesiapsiagaan dan tanggap darurat Peralatan yang diperlukan dalam bekerja pada ketinggian Perangkat Pencegah JatuhPerangkat pencegah jatuh kolektif Suatu rangkaian peralatan untuk mencegah tenaga kerja secara kolektif memasuki wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian finansial Dan harus memenuhi persyaratan Dinding, tembok pembatas atau pagar pengaman memiliki tinggi minimal 950 milimeterPagar pengaman harus mampu menahan beban 0,9 kilonewtonCelah pagar memiliki jarak vertikal maksimal 470 milimeterTersedia pengaman lantai pencegah benda jatuh toe board cukup dan memadaiPerangkat pencegah jatuh perorangan Perangkat pencegah jatuh perorangan Suatu rangkaian peralatan untuk mencegah tenaga kerja secara perorangan memasuki wilayah berpotensi jatuh agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian finansial Perangkat pencegah jatuh perorangan sedikitnya terdiri dari Sabuk Tubuh Full Body Harness Tali pembatas gerak work restraint Perangkat Penahan JatuhPerangkat Penahan Jatuh kolektif Perangkat Penahan Jatuh kolektif harus memenuhi persyaratan dipasang secara aman ke semua Angkur yang diperlukan; danmampu menahan beban minimal 15 lima belas kilonewton dan tidak mencederai Tenaga Kerja yang Penahan Jatuh Perorangan Perangkat Penahan Jatuh perorangan terdiri atasbergerak vertikal;bergerak horizontal;tali ganda dengan pengait dan peredam kejut;terpandu; danulur tarik otomatis. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam bekerja Di ketinggian. Dalam pekerjaan diketinggian atau pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari meter dari lantai kerja atau pada area yang berpotensi jatuh dari ketinggian lebih dari meter Pastikan Surat Ijin Kerja untuk bekerja di ketinggian telah dikeluarkan oleh pemilik otoritas;Pekerja telah diberi induksi serta telah dilakukan Risk Assesment;Pastikan bahwa kondisi fisik pekerja sehat lakukan pengecekan fisik sebelum pekerja melakukan pekerjaan diketinggian;Area di bawah pekerjaan di ketinggian harus diberi tanda keselamatan /spanduk rambu “Ada Pekerjaan di Atas” dan pasang barikade sekitar lokasi;Pelajari dan pahami serta memakai sistem perlindungan jatuh dengan menggunakan alat pelindung diri yang tepat atau alat pelindung diri yang disyaratkan safety helmet, safety body harnesss, safety shoes / sepatu kerja dll;Sebelum Anda memulai pekerjaan di ketinggian, pastikan APD yang digunakan dalam kondisi baikAlat pelindung kerja carmantel/ rope, slide chuck, carabiner,safety net, lifeline pipa atau wire rope / sling dll sudah disiapkan dan dipakai;Alat pelindung diri yang disyaratkan harus dicantolkan atau dipasang pada titik kait yang sudah disediakan;Jika menggunakan tangga, lakukan pemeriksaan sebelumnya dan pakailah tangga yang memenuhi syarat keselamatan kerja dengan menggunakan Ladder Inspection Tag;Jika menggunakan scaffolding, lakukan pemeriksaan dan pakailah scaffolding yang memenuhi syarat keselamatan kerja dan ber Tagging layak pakai;Peralatan yang akan dibawa harus disimpan/diletakkan pada tempat yang aman dari bahaya jatuh;Bila ada pekerjaan panas/api di kerja ketinggian, ijin kerja keperjaan panas harus dipenuhi;Pastikan agar semua material yang digunakan pada saat pekerjaan di ketinggian aman dan tidak menyebabkan kemungkinan terjatuh ke permukaan;Jika melihat benda jatuh, atau material yang dikerjakan jatuh, agar segera berteriak untuk mengingatkan orang yang dibawah ntuk menghindar;Persiapkan SOP keadaan darurat seperti terjatuh dari ketinggian atau ada orang tertimpa benda jatuh. sumber

Standaroperasional prosedur bekerja di ketinggian. Tag: standar operasional prosedur bekerja di ketinggian. Informasi. Perencanaan Untuk Bekerja di Atas Ketinggian Informasi. Materi Safety Talk – Bekerja di Atas Ketinggian. Informasi. Pencegahan Kecelakaan dalam Bekerja di Ketinggian. Populer. Jenis – Jenis Tipe Sol Sepatu Safety

Memahami cara membuat standar operasional prosedur atau SOP adalah pengetahuan yang wajib dipahami setiap orang. Pasalnya, standar operasional prosedur merupakan acuan untuk melakukan tanggung jawab tertentu. Adanya SOP membuat setiap pekerjaan lebih efektif, efisien, terarah, memiliki visi dan misi yang jelas, prosedur yang ringkas, dan cepat. Hal ini pun membantu seluruh kegiatan pekerjaan menjadi lebih mudah dan rapi. Cara membuatnya sangat bergantung pada jenis bidang pekerjaan yang memerlukan SOP tersebut. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak penjelasan lengkapnya dalam uraian berikut. Cara Membuat Standar Operasional Prosedur Cara membuat standar operasional prosedur Pexels Membuat standar operasional prosedur cukup mudah jika sudah terbiasa tersusun rapi dan bekerja dengan efektif. Berikut ini langkah-langkah yang wajib dilakukan. 1. Ketahui Tujuan Suatu Tindakan Cara membuat standar operasional prosedur yang pertama adalah setiap orang wajib mengetahui tujuan suatu tindakan. Tujuan menjadi hal yang wajib dicapai dalam setiap tindakan, sehingga mendukung terwujudnya tujuan lain. Contohnya, sebuah perusahaan wajib memiliki sistem administrasi yang rapi. Oleh sebab itu, standar operasional prosedur seorang sekretaris adalah untuk menjadikan seluruh administrasi rapi dan sistem yang baik. Seorang sekretaris wajib melakukan standar operasional prosedur berupa pemmembuatan surat, penomoran surat, penyimpanan surat, hingga pengiriman surat. Hal ini bertujuan jika dikemudian hari seseorang memerlukan surat tertentu, sekretaris pun dapat menyediakannya dengan mudah karena memiliki sistem administrasi yang rapi. 2. Tentukan Format Cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya adalah dengan menggunakan format tertentu. Format dalam standar operasional prosedur dapat berupa format yang sederhana, detail, maupun lainnya sesuai dengan bidang pekerjaan yang sedang dilakukan. Format standar operasional prosedur yang sederhana cocok untuk pekerjaan yang memiliki tujuan sederhana dan langkah yang tidak terlalu rumit. Sementara itu, format standar operasional prosedur yang detail dan terarah perlu dipilih untuk pekerjaan yang memiliki efek samping tertentu jika tidak terarah dan justru merugikan perusahaan. 3. Peroleh Masukan dari Pihak Lain Setelah selesai menyusun standar operasional prosedur, cara membuat standar operasional prosedur berikutnya yakni mengonsultasikannya. Minta pendapat pihak lain untuk memmembuat standar operasional prosedur lebih efektif, efisien, da tepat sasaran. 4. Pastikan Pihak yang Melaksanakan SOP Memahaminya Cara membuat standar operasional prosedur berikutnya adalah perhatikan pihak yang melakukannya. Pastikan pihak-pihak yang akan menggunakan standar operasional prosedur itu nantinya mengerti dengan mudah. Pastikan juga standar operasional prosedur disampaikan dalam bahasa yang singkat, jelas, padat. Tujuan utama pemberitahuan ini adalah setiap orang yang terlibat mengetahui fungsi, peran, wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya. Cara membuat standar operasional prosedur Pexels 5. Pastikan Tidak Bertentangan dengan SOP Lain Cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya, adalah memastikan SOP yang dibuat tidak bertentangan dengan yang lain. Hal ini penting agar setiap standar operasional prosedur dapat berjalan dengan baik dan benar. Jika suatu standar operasional prosedur bertentangan dengan yang lainnya, maka artinya terdapat tujuan yang perlu diubah. Rincikan kembali dan perhatikan langkah apa saja yang bertentangan. Setelah itu, susun kembali standar operasional prosedur tersebut. 6. Tulis SOP di Papan Pengumuman Adapun cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya yakni menyampaikannya. Cara menyampaikannya wajib diketahui semua orang sehingga semua orang memahaminya. Berdasarkan hal tersebut, tulis standar operasional prosedur dan tempelkan dalam papan pengumuman. Tulisan standar operasional prosedur tersebut mencakup judul prosedur, tanggal pemmembuatan, nama jabatan, organisasi, divisi, tanda tangan, penanggung jawab, dan lain sebagainya. 7. Evaluasi secara Berkala Setelah selesai dibuat, standar operasional prosedur perlu dievaluasi secara. Hal ini perlu dilakukan secara berkala untuk mendapatkan standar operasional prosedur yang ideal. standar operasional prosedur yang baru pasti memiliki beberapa kesalahan dan perlu penyesuaian. Oleh sebab itu, bahas standar operasional prosedur secara berkala dengan berbagai pihak dalam sebuah divisi dan pastikan apakah SOP tersebut efektif dan efisien atau tidak. Contoh Standar Operasional Prosedur Pengajuan Cuti Karyawan Cara membuat standar operasional prosedur Pexels Setelah mengetahui cara membuat standar operasional prosedur, setiap orang wajib pula memahami contohnya. Berikut ini contoh standar operasional prosedur dalam proses pengajuan cuti karyawan Pihak yang Terlibat HRD, Karyawan Karyawan mengajukan cuti kepada HRD dengan surat. HRD memproses surat pengajuan tersebut. Jika HRD menerima, maka karyawan mengisi form pengajuan cuti secara resmi melalui situs online perusahaan. Setelah form pengajuan cuti di-submit, HRD akan melakukan konfirmasi. Karyawan diperbolehkan melaksanakan cuti. Jika HRD tidak menerima, maka karyawan dilarang mengambil cuti. Itulah penjelasan mengenai cara membuat standar operasional prosedur beserta contohnya. Contoh di atas dapat dimembuat dalam bentuk mind map agar lebih mudah dipahami.
Бօш ըνէсէχ ухрህсаΕֆիбеկጿцև ձах
Пуклюзвуж аስիርաгеማԸςሞψусቧτеψ уղխ и
Дятοቡ фሣциፅեп еδиժուкωхиՕ ዔθψա
Отвէτուш еሶυቫюмЕለуቀ кιզըψеճ наդጮጨεጄ
StandarOperasional Prosedur (SOP) ini bertujuan untuk ; a. Mendorong terwujudnya implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik secara efektif dan hak-hak publik terhadap informasi yang berkualitas dapat terpenuhi dengan baik. b. Memberikan standar bagi PPID OPD pada Dinas Pertanian Kabupaten Latar belakang Penerapan Standard Operasional Procedure SOP yang baik sangat diperlukan guna melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, terutama pada pekerjaan yang meiliki risiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian. Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, pengawasan dan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan studi cross setional. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja ketinggian di PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik dengan uji chi square. Hasil Sebagian besar pekerja patuh dalam melaksanakan SOP yaitu sebesar 62,5%. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik 32,5%, cukup 35,0%, dan pengetahuan kurang 32,5%. Pekerja dengan sikap positif sebanyak 37 orang 92,5% dan negatif 3 orang 7,5%. Pengawasan baik 75,0%, pengawasan kurang b...
ProgramKerja. Renstra; Rencana Kerja. RENJA 2022; RENJA 2021; RENJA 2020; RENJA 2019; RENJA 2018; RENJA 2017; STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR; Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional di Lingkungan Pemerintah Kota Batam 2 Juni 2022;
Ilustrasi Foto Bekerja di Kantor iStockphoto Jakarta SOP adalah sebuah standar yang biasa diterapkan dalam pemerintahan maupun umum. SOP adalah langkah menjadikan sebuah prosedur lebih konsisten. Prosedur yang konsisten meningkatkan peluang melakukan pekerjaan berkualitas tinggi. SOP adalah dokumen yang biasanya memberi petunjuk langkah tentang melakukan suatu pekerjaan. Isi dari SOP adalah tujuan, ruang lingkup, persyaratan, tanggung jawab, dan langkah atau prosedur yang harus dilakukan. Jenis Teks Prosedur, Ciri-ciri, dan Strukturnya dalam Bahasa Indonesia Ketahui Kepanjangan SOP dan Simak Manfaat, Fungsi Serta Tujuannya 9 Tujuan SOP, Prinsip, dan Manfaat Utamanya SOP adalah pedoman yang dimiliki hampir di tiap institusi atau kelompok formal seperti pemerintahan, perusahaan swasta, atau bahkan organisasi tertentu. SOP adalah instrumen yang juga memiliki jenis dan formatnya sendiri. SOP adalah standar yang bahkan diatur dalam peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Berikut pengertian SOP, prinsip, jenis, dan formatnya, dirangkum dari Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ Senin 11/10/2021.Apa itu SOP?Ilustrasi Kerja Foto DarkWorkX/PixabaySOP adalah sinkatan dari standard operating procedure yang berarti prosedur operasi standar. SOP adalah sebuah alur atau cara kerja yang sudah terstandarisasi. Ini mencakup penerapan operasional mulai dari teknis hingga administrasi. SOP adalah prosedur khusus untuk menjelaskan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan peraturan. Menurut Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Prinsip-prinsip penyusunan SOPIlustrasi Dokumen Credit Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ penyusunan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut Kemudahan dan kejelasan Kemudahan dan kejelasan dalam SOP adalah salah satu prinsip penting. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pegawai bahkan seseorang sama sekali baru dalam tugas pelaksanaan tugasnya. Efisiensi dan efektivitas Prosedur-prosedur yang distandarkan harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas. Keselarasan Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait. Keterukuran Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas mutu tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya. Dinamis Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Berorientasi pada pengguna Prosedur-prosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna customer's needs sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna. Kepatuhan hukum. Kepatuhan hukum Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku. Kepastian hukum Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan pelaksanaan SOPIlustrasi dokumen. PiacquadioPrinsip-prinsip pelaksanaan SOP adalah Konsisten SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan. Komitmen SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari level yang paling rendah dan tertinggi. Perbaikan berkelanjutan Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap penyempurnaan-penyempurnaan untuk memperoleh prosedur yang benarbenar efisien dan efektif. Mengikat SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan. Seluruh unsur memiliki peran penting Seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses penyelenggaraan pemerintahan. Terdokumentasl dengan baik Seluruh prosedur yang telah distandarkanharus didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang Rapat di Kantor Credit dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu SOP Teknis SOP teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. SOP teknis banyak digunakan pada bidang-bidang antara lain teknik, seperti perakitan kendaraan bermotor, pemeliharaan kendaraan, pengoperasian alatalat, dan lainnya; kesehatan, pengoperasian alat-alat medis, penanganan pasien pada unit gawat darurat, medical check up, dan lain-lain. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, SOP teknis dapat diterapkan pada bidang-bidang antara lain pemeliharaan sarana dan prasarana, pemeriksaan keuangan auditing, kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayanan-pelayanan kepada masyarakat, kepegawaian dan lainnya. SOP Administratif Secara administratif, SOP adalah standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan lingkup makro, SOP administratif dapat digunakan untuk proses-proses perencanaan, pengganggaran, dan lainnya, atau secara garis besar proses-proses dalam siklus penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Dalam lingkup mikro, SOP administratif disusun untuk proses-proses administratif dalam operasional seluruh instansi pemerintah, dari mulai level unit organisasi yang paling kecil sampai pada level organisasi secara utuh, dalam menjalankan tugas pokok dan SOPLangkah sederhana Langkah sederhana atau simple step dalam SOP adalah format yang dapat digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. Format SOP ini dapat digunakan dalam situasi dimana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun. Dan biasanya merupakan prosedur rutin. Dalam simple steps ini kegiatan yang akan dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses yang pendek. Tahapan berurutan Format tahapan berurutan dalam SOP adalah pengembangan dari simple steps. Digunakan jika prosedur yang disusun panjang, lebih dari 10 langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. Dalam hierarchical langkah-langkah yang telah diidentifikasi dijabarkan kedalam sub-sub langkah secara terperinci. Grafik Jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik, maka format ini dapat dipakai. Dalam format ini proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam sub-subproses yang lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah. Hal ini memudahkan bagi pegawai dalam melaksanakan prosedur. Format ini juga bisa digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu foto atau diagram. Diagram Alir Diagram Alir atau flowchart dalam SOP adalah format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak kompleks dan membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini juga menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
tentangOrganisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; g. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 450 Tahun 2017 atau adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) pada seluruh proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, khususnya dalam hal ini di Direktorat PKP
5 Persyaratan Bekerja di Ketinggian yang Aman Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 Apakah cara Anda bekerja di ketinggian sudah aman? Data mencatat pada tahun 2018 terdapat peningkatan kasus kecelakaan kerja sebanyak 40% dan salah satu yang mendominasi adalah kecelakaan kerja akibat terjatuh di ketinggian, termasuk kegiatan konstruksi maupun perawatan gedung. Sejatinya, standar bekerja di ketinggian sudah diatur sebagaimana Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 Bekerja di Ketinggian. Dalam peraturan tersebut, telah dijelaskan pengerian dan juga persyaratan standar K3 di ketinggian. Seperti apakah itu? Mari kita bahas. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 Bekerja di Ketinggian bab 1 Pasal 1 ayat 2, "Bekerja pada Ketinnggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda." Dengan kata lain apabila tempat kerja Anda memiliki jarak yang tinggi dari tanah yang Anda pijak atau berada di kedalaman tertetu di bawah tanah atau air, kegiatan yang Anda lakukan bisa termasuk dalam kegiatan bekerja di ketinggian. Berdasarkan medan pekerjaannya yang tidak umum, bekerja di ketinggian juga menyimpan potensi bahaya dan penyakit yang tidak main-main. Maka dari itu, dalam setiap upaya bekerja di ketinggian, perusahaan diwajibkan untuk mampu mengimplementasikan 5 prosedur utama bekerja dengan aman di ketinggian. Apa saja itu? Perencanaan Sebelum mengizinkan pekerja untuk bekerja di ketinggian, perusahaan harus memiliki konsentrasi yang serius terhadap tahap perencanaan. Yang dimaksdu tahapan ini adalah seluruh bentuk perencanaan terhadap keamanan dan keselamatan pekerja nantinya selama mereka bekerja di ketinggian seperti faktor ergonomi selama bekerja, menyediakan penanggung jawab dan pengawas selama bekerja, memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan benar-benar tidak bisa dilakukan di lantai dasar dan harus diketinggian, merumuskan langkah-langkah pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya. Diharapkan dengan adanya perencanaan yang matang, potensi munculnya risiko akibat terjatuh dari ketinggian bisa dihindari hingga tidak memakan korban sama sekali. Prosedur Kerja Prosedur selanjutnya yang harus dipenuhi adalah bagaimana perusahaan membuat prosedur kerja yang ideal bagi pekerja selama melakukan pekerjaan di ketinggian. Prosedur kerja ini secara umum dapat meliputi Teknik dan cara perlindungan jatuh. Cara pengelolaan peralatan. Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan. Pengamanan Tempat Kerja. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Selain itu, perusahaan juga harus membuat prosedur kerja dengan mendefinisikan daerah berbahaya seperti pembagian antara wilayah berbahaya, wilayah waspada, dan wilayah yang aman. Pastikan seluruh prosedur yang dibuat telah tersosialisasikan kepada seluruh pekerja sehingga pekerja dapat mengikuti instruksinya dan bekerja secara aman. Teknis Bekerja Aman Setelah perencanaan dan prosedur kerja, Permen Kemenakertrans No. 9 Tahun 2016 ini juga mengatur teknis bekerja yang aman. Setidaknya ada 5 teknik bekerja yang aman sesuai dengan yang disebutkan di ayat 1 yaitu Bekerja pada Lantai Kerja Tetap. Bekerja pada Lantai Kerja Sementara. Bergerak secara vertikal atau horizontal menuju atau meninggalkan lantai kerja. Bekerja pada posisi miring. Bekerja dengan akses tali. Dari masing-masing teknik tersebut terdapat penjelasan dan saran untuk dalam pengimplementasiannya seperti pemasangan dinding, penggunaan tali, dan lain sebagainya yang akan kita bahas di tulisan selanjutnya. APD, Perangkat Pelindung Jatuh, dan Angkur Karena memikul risiko yang cukup besar, setiap pekerja di ketinggian wajib dilengkapi dengan alat pelindung diri atau APD. Apa saja jenis APD yang dibutuhkan juga akan sangat tergantung dari detail pekerjaan yang dijalani, apakah untuk gedung, bekerja di atas kontainer, penggunaan crane, dan lain-lain. Namun setidaknya ada 3+3 alat yang tidak boleh dilewatkan untuk setiap jenis pekerjaan di ketinggian, alat-alat tersebut antara lain Sabuk/Tali Keselamatan Helm Keselamatan Sepatu Keselamatan Kacamata Keselamatan Sarung Tangan Masker Tenaga Kerja Persyaratan terakhir yang diatur Permen Kemenakertrans No. 9 Tahun 2016 tentang Bekerja di Ketinggian adalah standar pekerja yang diizinkan untuk bekerja di ketinggian. Bekerja di ketinggian tidak bisa melibatkan pekerja secara asal. Para pekerja yang akan bekerja di ketinggian wajib memiliki skill atau kemampuan dalam menggunakan alat-alat kerja dan juga pengetahuan serta kesadaran untuk bekerja secara aman bagi dirinya dan orang-orang di sekitar. Dengan kata lain, pekerja di ketinggian wajib orang yang kompeten dan berwenang karena mengerti bidang K3 di Ketinggian. Untuk bisa menjadi kompeten dan berwenang, orang-orang yang ingin bekerja di ketinggian haruslah mampu membuktikan kompetensi mereka melalui sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang seperti GoSafe Academy yang bekerja sama dengan Kemnaker. Ya, Anda bisa mengikuti Training Bekerja di Ketinggian bersama GoSafe Academy dan mendapatkan sertifikat valid sebagai bukti kompetensi Anda. Itulah 5 persyaratan bekerja di ketinggian. Pastikan Anda dan perusahaan menerapkan semuanya agar tidak melawan hukum dan memberikan kepastian keamanan pada seluruh pekerja sebagai hak dasar pekerja. Jika Anda ingin mengetahui lebih mendalam seputar Bekerja di Ketinggian, Anda dapat mengikuti Public Training dan Virtual Training Teknisi dan Ahli K3 Bekerja di Ketinggian. Ingin lebih eksklusif? Daftar langsung untuk In-House Training dan tentukan jadwal sendiri! Hubungi kami di nomor WhatsApp 0812-9826-2727 atau klik di sini.
Pontianak seluruh kegiatan operasional perusahaan di setiap bidang memerlukan suatu sistem atau standar prosedur untuk mengetahui apakah kegiatan suatu perusahaan sudah sesuai standar yang ada atau tidak dan untuk melihat kinerja karyawan di perusahaan tersebut. Salah satu SOP yang diterapkan di Hotel Orchardz adalah tentang cara pengunduran diri. ArticlePDF Available AbstractImplementing SOP Standard and Operational Procedures is one of the efforts to protect workers from occupational hazards, especially for high risk jobs such as working at height. The purpose of this research is to analyze factors that related the compliance of PT Sri Murni worker with working at height’s SOP in Tunjungan Plaza 6 project. This research is analytic observational with cross sectional design. The subject of this study were the sample of workers taken using simple random sampling and obtained the number of 33 respondents . The available data have been presented in the form of frequency distribution and cross tabulation, then analyzed statistically by chi square. The results showed that most workers was complianced with working at height’s SOP. The results of statistical analysis showing that knowledge p=0,010, r=0,447 and communications p=0,016, r=0,418 as factors that significantly related to working at height’s SOP and have moderate relations. Personality p=0,656 and safety supervision p=0,464 were not related to working at height’s SOP compliance. Suggestion to the company based on the results of research are to increase worker’s knowledge through safety talk or training, and the safety man to pay more attention to workers while they are doing working at height’s job so they could more compliance to SOP. Company should also provide PPE as much as the number of workers. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. ©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi Received 18 April 2017, received in revised form 1 May 2017, Accepted 29 May 2017, Published online 30 August 2017KEPATUHAN TERHADAP SOP KETINGGIAN PADA PEKERJA KONSTRUKSICOMPLIANCE TOWARD SOP OF HEIGHT AT CONSTRUCTION WORKERFhanin DyanitaPT. Multi Brata Anugrah UtamaE-mail fhanindyanita SOP Standard and Operational Procedures is one of the efforts to protect workers from occupational hazards, especially for high risk jobs such as working at height. The purpose of this research is to analyze the correlation of knowledge, personality, communication, and safety supervision toward compliance of working at height’s SOP at PT Sri Murni worker in Tunjungan Plaza 6 construction project. This research is analytic observational with cross sectional design. The subject of this study were the sample of workers taken using simple random sampling and obtained the number of 33 respondents . The available data have been presented in the form of frequency distribution and cross tabulation, then analyzed statistically by chi square. The results showed that most workers was compliance with working at height’s SOP. The results of statistical analysis showing that knowledge p = r = and communications p = r = as factors that signifi cantly related to working at height’s SOP and have moderate relations. Personality p = and safety supervision p = were not related to working at height’s SOP compliance. The conclusion of this research is compliance of SOP have correlation with knowledge, personality, communication, and safety supervision. Suggestion to the company based on the results of research are to increase worker’s knowledge through safety talk or training, and the safety man to pay more attention to workers while they are doing working at height’s job so they could more compliance to SOP. Company should also provide PPE as much as the number of standard and operational procedures, compliance, working at height, constructionABSTRAKMenerapkan SOP Standar dan Operasional Prosedur merupakan salah satu upaya untuk melindungi pekerja dari bahaya kecelakaan kerja, terutama untuk pekerjaan dengan risiko tinggi seperti pekerjaan yang dilakukan di ketinggian. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety dengan kepatuhan pekerja PT Sri Murni terhadap SOP bekerja di ketinggian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Subyek penelitian ini adalah sampel pekerja yang diambil menggunakan rumus simple random sampling dan didapatkan jumlah 33 responden. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan p = 0,010; r = 0,447 dan komunikasi p = 0,016; r = 0,418 sebagai faktor yang berhubungan signifi kan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian dan memiliki kuat hubungan sedang. Kepribadian p = 0,656 dan pengawasan HSE atau pihak safety p = 0,464 tidak berhubungan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepatuhan dipengaruhi oleh pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety. Saran berdasarkan hasil penelitian kepada perusahaan adalah meningkatkan pengetahuan bagi pekerja melalui safety talk atau training, dan pihak HSE atau safety agar lebih mengawasi pekerja saat melakukan pekerjaan agar para pekerja lebih patuh terhadap SOP. Perusahaan juga sebaiknya menyediakan APD sesuai dengan jumlah kunci standar dan operasional prosedur, kepatuhan, bekerja di ketinggian, konstruksiPENDAHULUANEra globalisasi sekarang, pembangunan industri berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah industri konstruksi, industri konstruksi adalah industri yang menyediakan jasa konstruksi sehingga mempunyai peran yang cukup signifi kan terhadap pembangunan yang ada saat ini. Namun pekerjaan di bidang konstruksi memiliki risiko bahaya yang cukup tinggi karena berbagai faktor 226 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234diantaranya pekerjaan yang berubah-ubah, pekerja yang beragam, juga kondisi lingkungan kerja yang dinamis. Tingginya risiko bahaya yang ada harus diimbangi dengan upaya keselamatan dan kesehatan pada tenaga kerja di tempat dan kesehatan kerja K3 merupakan suatu promosi dan peningkatan tingkat fi sik, mental, dan kesejahteraan dari setiap pekerjaan, mencegah pekerja dari penyakit akibat kerja, melindungi pekerja dari risiko dan faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan mengatur pekerja untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan untuk mempermudah adaptasi pekerja terhadap pekerjaannya masing-masing. Semua elemen dalam konstruksi memiliki kontribusi dalam upaya keselamatan kerja. Upaya K3 diharapkan dapat meminimalisir risiko terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan di tempat kerja agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman. Salah satu cara untuk meminimalisir risiko kecelakaan kerja yang mungkin dapat terjadi yaitu dengan menerapkan pengendalian bahaya yang terdiri dari eliminasi, substitusi, teknik, administrasi, dan APD. Pekerjaan yang dilakukan di sektor konstruksi merupakan pekerjaan yang berbahaya dan memiliki kemungkinan besar untuk terjadi kecelakaan. Kecelakaan kerja di tempat kerja menimbulkan banyak kerugian diantaranya kerugian materi, korban jiwa, serta terganggunya proses produksi. Risiko bahaya yang ada dalam kegiatan konstruksi sangat beragam diantaranya proses pengangkatan benda-benda berat, pekerjaan di ruang yang terbatas, dan juga pekerjaan di ketinggian. Salah satu pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi adalah pekerjaan di hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan pekerjaan di ketinggian untuk meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan misalnya penggunaan APD Full Body Harness, kepatuhan terhadap prosedur yang ada, dan scaffolding yang aman untuk digunakan. Namun banyak pekerja yang sering mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang sesuai dengan SOP dan telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Data pelanggaran terhadap prosedur bekerja di ketinggian yang meningkat secara signifi kan sebesar 140% pada tahun 2010 dan 2011 Zalaya, 2012. Data kasus pelanggaran prosedur kerja dan kecelakaan kerja di ketinggian di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa masih banyak tenaga kerja yang belum mematuhi prosedur bekerja di ketinggian. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat tenaga kerja menjadi patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur bekerja di ketinggian. Teori safety triad yang dikemukakan oleh Geller 2001 menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen yang saling berhubungan dalam membentuk budaya selamat, komponen-komponen tersebut yaitu people orang, behavior perilaku, dan environment lingkungan. Faktor-faktor yang termasuk dalam komponen people seperti pengetahuan, kemampuan, motivasi, kepandaian, kepribadian, dan keterampilan. Beberapa faktor dalam komponen behavior antara lain komunikasi, kepedulian, persetujuan, dan pelatihan. Sedangkan faktor-faktor yang terdapat dalam komponen environment adalah suhu, peralatan, dan perlengkapan, mesin, dan standar operasional prosedur. Geller 2001 menjelaskan dalam teori safety triad standar dan operasional prosedur termasuk dalam komponen environment yang berhubungan dengan faktor-faktor dalam komponen people dan behavior. Kepatuhan compliance dalam teori safety triad merupakan salah satu faktor komponen behavior. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan tenaga kerja terhadap SOP Standar Operasional Prosedur berdasarkan konsep safety di ketinggian memiliki risiko bahaya yang cukup tinggi, sehingga perlu diterapkan standar operasional prosedur yang mengatur tentang bekerja di ketinggian. Adanya standar operasional prosedur tersebut bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dari risiko bahaya yang mungkin terjadi selama melakukan pekerjaan. Walaupun telah terdapat standar operasional prosedur tapi masih tetap ada beberapa kecelakaan saat melakukan pekerjaan di ketinggian. Jatuh dari ketinggian merupakan penyumbang terbesar dalam kecelakaan kerja di ketinggian. Terdapat 126 kejadian jatuh dari Tabel 1. Data Kasus Pelanggaran SOP dan Kecelakaan Kerja di IndonesiaKasus Tahun 2010 Tahun 2011Pelanggaran SOP 27 65Kecelakaan kerja di ketinggian 710 227Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian…ketinggian pada tahun 1998 hingga tahun 2008 Workplace Safety and Health Council, 2011.Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sehingga setiap waktu pembangunan gedung perkantoran, tempat tinggal, pusat perbelanjaan dan sebagainya terus bertambah. Banyaknya pembangunan gedung di kota Surabaya mengakibatkan bertambah besarnya risiko kecelakaan kerja di bidang konstruksi. Pembangunan gedung Tunjungan Plaza 6 merupakan salah satu dari beberapa pembangunan pusat perbelanjaan di Surabaya. PT Sri Murni sebagai salah satu subkontraktor di proyek pembangunan Tunjungan Plaza 6 yang menangani pemasangan kaca. Pekerjaan pemasangan kaca merupakan pekerjaan yang dilakukan di ketinggian dan mempunyai potensi bahaya besar, sehingga diperlukan adanya SOP yang harus dipatuhi oleh tenaga kerja dalam rangka mengendalikan risiko kecelakaan yang mungkin terjadi. Namun berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan pihak HSE PT. Sri Murni ditemukan beberapa pekerja yang tidak mematuhi SOP seperti tidak menggunakan full body harness dan melakukan pekerjaan di scaffolding yang tidak aman. Ketidakpatuhan pekerja ini merupakan masalah karena pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan dengan risiko tinggi. Kecelakaan kerja disebabkan oleh tiga faktor menurut An Investigation of Managements Commitment to Construction Safety Journal yaitu kurangnya komitmen dan kepemimpinan manajemen, kondisi bekerja yang aman, kebiasaan kerja yang aman. Kebiasaan kerja yang aman contohnya adalah kepatuhan tenaga kerja terhadap standar dan prosedur kerja yang ada. Berdasarkan teori dan data kecelakaan kerja jatuh dari ketinggian yang telah dipaparkan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan tenaga kerja terhadap standar dan operasional prosedur bekerja di ketinggian sesuai dengan teori safety triad. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap standar dan operasional prosedur pada pekerja pemasangan kaca PT. Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional karena hanya melakukan pengamatan tanpa memberikan perlakuan pada objek penelitian. Berdasarkan lokasi pelaksanaan, penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional karena pengamatan dilakukan pada suatu periode tertentu. Populasi penelitian adalah semua tenaga kerja pemasangan kaca PT. Sri Murni proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya yang berjumlah 50 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pekerja pemasangan kaca PT. Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya sebanyak 33 responden. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus simple random ini dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya. Waktu penelitian ini dimulai Desember 2016–Maret 2017. Pengumpulan data pada Februari dan Maret 2017. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety. Variabel terikatnya adalah kepatuhan terhadap pekerja terhadap SOP bekerja di data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner yang meliputi variabel pengetahuan, kepribadian, pelatihan penerapan SOP, komunikasi, pengawasan HSE, ketersediaan APD, dan kepatuhan terhadap SOP. Responden mengisi kuesioner didampingi oleh peneliti atau enumerator yang telah dilatih dengan melakukan role play dan brainstorming agar enumerator memiliki pemahaman yang sama seperti yang dimaksud peneliti. Sebelum mengisi kuesioner, peneliti atau enumerator menjelaskan secara singkat kepada responden tentang penelitian tersebut. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian kemudian mengisi informed consent. Pengambilan data juga dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada supervisor atau HSE di proyek konstruksi tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail terkait kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Pengambilan data sekunder diperoleh melalui data dari perusahaan yang meliputi gambaran umum perusahaan, jumlah tenaga kerja dan tentang standar dan operasional prosedur bekerja di yang telah terkumpul kemudian diolah dengan mengecek kelengkapan instrumen tentang variabel yang diteliti kemudian dianalisa secara univariat dan bivariat. Hasil analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi disertai narasi, sedangkan hasil analisa data bivariat akan disajikan dalam bentuk tabulasi silang. Uji analisa data bivariat yang digunakan adalah chi square test 228 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234dan apabila hasil analisa data menyatakan bahwa hipotesis diterima maka akan diuji kuat hubungan melalui koefi sien kontingensi. Interval koefi sien kontingensi dan kuat hubungan dapat dilihat pada tabel data dianalisis, langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan Umum Tempat PenelitianPT Sri Murni adalah distributor alumunium ekstrusi dan retail yang berlokasi di Surabaya, Indonesia. PT Sri Murni adalah spesialis dalam mendistribusikan alumunium ekstrusi, alumunium komposit panel, dan aksesori. Dengan pengalaman lebih dari dua puluh lima tahun dalam memasok dan mendistribusikan bahan dan produk alumunium. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1980, dengan outlet pertama yang berlokasi di Jalan Ngaglik XVII/17. PT Sri Murni saat ini sudah memiliki tiga gerai dan empat gudang. PT Sri Murni juga memiliki cabang yaitu Alfl ex Megah yang berada di Sri Murni memiliki visi dan misi yaitu untuk menyediakan produk berkualitas tinggi dan harga bersaing, sehingga menjadi salah satu distributor ekstrusi alumunium terkemuka di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan motto PT Sri Murni “Trust Us, We Deliver”. Distribusi Pengetahuan PekerjaPengetahuan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi pengetahuan tentang Standar dan Operasional Prosedur pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 dapat dilihat bahwa mayoritas pekerja memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 66,7% 22 dari 33. Pengetahuan dapat diperoleh dari pelatihan maupun dari safety talk. Kesimpulannya adalah mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang SOP bekerja di Kepribadian PekerjaKepribadian pekerja dibagi menjadi dua tipe, yaitu kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B. Distribusi responden berdasarkan tipe kepribadian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi kepribadian pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa 48,5% pekerja memiliki kepribadian dominan tipe A sedangkan 51,5% pekerja memiliki kepribadian dominan tipe B. Jumlah pekerja yang memiliki kepribadian tipe A dan tipe B hampir Komunikasi PekerjaKomunikasi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan komunikasi pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel 3. Distribusi Pengetahuan Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniPengetahuan Frekuensi PersentaseBaik 22 66,7Kurang 11 33,3Jumlah Total 33 100,0Tabel 4. Distribusi Kepribadian Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniKepribadian Frekuensi PersentaseTipe A 16 48,5Tipe B 17 51,5Total 33 100,0Tabel 2. Koefi sien KontingensiInterval Koefi sien Kuat Hubungan0,00–0,199 Sangat rendah0,20–0,399 Rendah0,40–0,599 Sedang0,60–0,699 Kuat0,70–0,799 Sangat KuatSumber Dahlan, 2001 229Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian…Berdasarkan data distribusi komunikasi pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 dapat dilihat bahwa mayoritas pekerja memiliki komunikasi yang baik yaitu sebesar 63,6% 21 dari 33. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antar pekerja, pekerja dengan supervisor atau atasan, maupun dengan orang Pengawasan HSE atau Pihak SafetyPengawasan HSE atau pihak safety dibagi menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan pengawasan HSE atau pihak safety pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan data distribusi di atas, mayoritas pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa pihak HSE atau safety telah melakukan pengawasan dengan baik yaitu sebesar 90,9%. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pihak HSE atau safety PT Sri Murni telah melakukan pengawasan yang baik terhadap Kepatuhan PekerjaKepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian didapatkan dengan cara checklist setiap komponen dalam SOP. Checklist dilakukan setelah melakukan observasi, wawancara, dan telaah dokumen atau data sekunder yang dibutuhkan untuk setiap komponen dalam SOP bekerja di ketinggian. Setelah itu didapatkan data yang kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori patuh dan tidak Tabel 5. Distribusi Komunikasi Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniKomunikasi Frekuensi PersentaseBaik 21 63,6Kurang 12 36,4Total 33 100,0Tabel 6. Distribusi Pengawasan HSE atau Pihak Safety PT Sri MurniPengawasan Frekuensi PersentaseBaik 30 90,9Kurang 3 9,1Total 33 100,0patuh. Pekerja dikategorikan patuh jika pekerja memenuhi dan melakukan semua komponen dalam SOP bekerja di ketinggian, sedangkan pekerja dikategorikan tidak patuh jika terdapat komponen dalam SOP bekerja di ketinggian yang tidak dilakukan oleh pekerja. Distribusi responden berdasarkan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi kepatuhan pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni terhadap SOP bekerja di ketinggian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa 81,8% patuh menerapkan SOP sedangkan 18,2% pekerja tidak patuh dalam menerapkan SOP bekerja di BivariatHubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan terhadap SOPHubungan antara pengetahuan pekerja dengan kepatuhan terhadap SOP dapat dilihat pada tabel 8. Pekerja yang patuh SOP bekerja di ketinggian dan memiliki pengetahuan baik sebanyak 21 pekerja 95,5% sedangkan pekerja yang memiliki pengetahuan kurang dan patuh SOP bekerja di ketinggian sebanyak 6 pekerja 54,5%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian didapatkan signifi kansi 0,010 α sehingga diartikan tidak ada hubungan antara kepribadian dengan kepatuhan penerapan SOP bekerja di ketinggianHubungan Komunikasi dengan Kepatuhan terhadap SOPPekerja yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki komunikasi baik sebanyak 20 pekerja 95,2% sedangkan pekerja yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki komunikasi kurang sebanyak 7 pekerja 58,3%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square antara komunikasi dengan kepatuhan pekerja terhadap Tabel 9. Tabulasi Silang antara Kepribadian dengan Kepatuhan PekerjaKepribadian Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhTipe A 14 2 16Tipe B 13 4 17Total 27 6 33SOP bekerja di ketinggian didapatkan signifi kansi 0,016 α sehingga diartikan tidak ada hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di 10. Tabulasi Silang antara Komunikasi dengan Kepatuhan PekerjaKomunikasi Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhBaik 20 1 21Kurang 7 5 12Total 27 6 33Tabel 11. Tabulasi Silang antara Pengawasan HSE atau Pihak Safety dengan Kepatuhan PekerjaPengawasan Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhBaik 25 5 30Kurang 2 1 3Total 27 6 33 231Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian…PEMBAHASANPengetahuanMenurut teori safety triad, pengetahuan merupakan salah satu faktor dalam komponen person yang akan memengaruhi kepatuhan Geller, 2001. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat membuktikan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki nilai koefi sien kontingensi 0,447. Bila dibandingkan dengan tabel 8 tentang koefisien kontingensi, kuat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian adalah sedang. Hal ini berarti pengetahuan memiliki hubungan yang tidak lemah namun juga tidak begitu kuat dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Terbukti pekerja yang berpengetahuan baik memiliki persentase lebih besar untuk patuh dalam menerapkan SOP bekerja di ketinggian daripada pekerja yang berpengetahuan kurang. Namun beberapa pekerja yang berpengetahuan rendah juga ada yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal ini berarti pengetahuan memiliki hubungan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian namun tidak menjadi faktor utama yang membuat tenaga kerja patuh menerapkan SOP bekerja di penelitian ini didukung oleh penelitian Judha 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP. Hasil penelitian Judha 2012 menyatakan bahwa pengetahuan yang baik berpeluang lebih besar untuk patuh terhadap SOP dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang. Damayanti, dkk 2015 juga melakukan penelitian dengan hasil yang menyatakan bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang signifi kan dengan kepatuhan alat pelindung diri. Hal tersebut sesuai dengan Notoatmodjo 2007 yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan dasar pembentukan perilaku seseorang. Oleh karena itu, pekerja dengan pengetahuan yang baik dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja baik pada dirinya maupun orang hasil penelitian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya, pengetahuan merupakan faktor yang memiliki hubungan dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk perusahaan agar menambah pengetahuan bagi pekerja tentang SOP bekerja di ketinggian terlebih dahulu sebelum para pekerja melakukan pekerjaan mereka. Pekerja yang memiliki pengetahuan baik akan lebih mudah diarahkan untuk mematuhi SOP bekerja di ketinggian sehingga budaya keselamatan bisa terbentuk dan bisa mengurangi risiko terjadinya kecelakaan 2001 dalam teori safety triad mengemukakan bahwa terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan dalam membentuk budaya keselamatan. Komponen tersebut yaitu person, behavior, dan environment. Salah satu faktor dalam komponen person yaitu kepribadian sehingga akan berkaitan dengan perilaku kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian. Kepribadian A cenderung merasa tidak sabar, selalu bergerak cepat, tidak suka menghabiskan banyak waktu untuk bersantai, dan sering merasa tidak sabar. Sedangkan kepribadian B cenderung tidak terlalu suka berkompetisi, lebih suka menghabiskan waktu untuk bersantai, dan berorientasi memperoleh yang dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya tidak dapat membuktikan hipotesis bahwa terdapat hubungan antara kepribadian dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifi kan antara tipe kepribadian dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Meskipun tidak ada hubungan yang signifi kan namun tipe kepribadian A memiliki persentase sedikit lebih besar untuk patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian daripada tipe kepribadian B. Persentase kepatuhan tipe kepribadian A yang lebih besar dibandingkan tipe kepribadian B karena tipe kepribadian A mempunyai sifat yang perfeksionis dan akan merasa tidak sempurna jika tidak patuh SOP bekerja di penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Haqi 2013 yang menyatakan bahwa tipe kepribadian A cenderung melakukan unsafe action karena tipe kepribadian A sering terburu-buru dalam melakukan pekerjaan sehingga lebih ceroboh dan tidak patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal tersebut sesuai dengan Anderson, dkk 2005 yang menyatakan bahwa kepribadian tipe A sering mengalami kejadian kecelakaan kerja. 232 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234Terdapat beberapa cara untuk mengukur kepribadian, diantaranya dengan menggunakan wawancara dan kuesioner. Penelitian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya menggunakan cara kuesioner untuk mengetahui kepribadian pekerja. Cara pengukuran kepribadian mungkin kurang maksimal karena hanya menggunakan kuesioner tanpa wawancara sehingga tidak didapatkan data mendalam tentang kepribadian merupakan salah satu faktor dalam komponen behavior pada teori safety triad. Menurut Geller 2001 dalam teori safety triad, komunikasi berkaitan dengan kepatuhan sehingga komunikasi seharusnya memiliki hubungan dengan perilaku kepatuhan terhadap SOP bekerja di pada pekerja PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya berhasil membuktikan hipotesis tersebut karena hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifi kan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian, dan memiliki nilai koefisien kontingensi 0,418. Bila dibandingkan dengan tabel 1 tentang koefi sien kontingensi, kuat hubungan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian adalah sedang. Hal ini terbukti karena pekerja yang memiliki komunikasi baik lebih banyak yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dibandingkan pekerja dengan komunikasi penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Haqi 2013 yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara komunikasi dengan terjadinya unsafe action. Komunikasi merupakan rangsangan yang berupa lisan maupun gerakan yang akan memengaruhi orang lain Notoatmodjo, 2003. Adanya hubungan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP karena rangsangan yang diberikan sesama pekerja maupun dari pihak lain mampu membuat pekerja patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk perusahaan agar tetap mempertahankan komunikasi yang terjalin antar pekerja dan juga komunikasi pekerja dengan pihak lain seperti supervisor atau pihak safety, karena komunikasi yang baik juga akan meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian sehingga mengurangi risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dan meningkatkan keselamatan para HSE atau Pihak SafetyPengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya Geller, 2001. Menurut Halimah 2010, peran pengawas merupakan faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan perilaku pekerja. Pengawasan pekerjaan pemasangan kaca di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dilakukan oleh pihak safety PT Sri Murni. Oleh karena itu, ketika pihak safety kurang melakukan pengawasan maka pekerja akan cenderung berperilaku tidak pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya tidak dapat membuktikan hipotesis tersebut, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifi kan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Nurvita 2015 yang menyatakan tidak ada hubungan antara peran pengawasan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Saputri dan Indriati 2014 juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan pihak K3 atau safety dengan kepatuhan penggunaan APD tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Hayati 2004 yang dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan antara pengawasan dengan tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan SOP pada pekerja welding. Penelitian yang dilakukan oleh Candra 2015 juga menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APT di Unit Pemeliharaan PLTD Ampenan PT PLN Persero Sektor Pembangkitan adanya hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian bisa terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain karena pekerja mengisi kuesioner tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori ini bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor lain seperti sikap dan pengaruh rekan kerja. Namun, menurut wawancara dengan pihak safety, pengawasan tidak dilakukan 233Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian…setiap hari melainkan hanya beberapa kali dalam seminggu. Hal tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan SOP bekerja di pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja memiliki pengetahuan baik tentang SOP bekerja di ketinggian, sebagian pekerja juga memiliki komunikasi yang baik antar pekerja maupun pekerja dengan supervisor. Jumlah pekerja dengan tipe kepribadian A dan pekerja dengan tipe kepribadian B hampir sama. Sebagian besar pekerja juga telah patuh terhadap SOP bekerja di kuat hubungan antara faktor person, behavior, dan environment didapatkan hasil variabel pengetahuan yang merupakan salah satu komponen dalam faktor person dan variabel komunikasi yang merupakan salah satu komponen dalam behavior yang memiliki hubungan sedang dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan PT Sri Murni dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian yaitu melalui pengadaan training atau safety talk secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan pekerja. Pihak safety harus lebih mengawasi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya, agar pekerja bisa lebih patuh dalam menerapkan SOP bekerja di ketinggian. Komunikasi yang terjalin antar pekerja dan komunikasi antara pekerja dengan supervisor atau pihak safety agar dipertahankan misalnya saling mengingatkan untuk selalu berperilaku PUSTAKAAnderson, N., Ones, Sinangil, Viswesvaran, Chockalingam. 2005. Handbook of Industrial, Work and Organizational Psychology. London SAGE Publications A. 2015. Hubungan Faktor Pembentuk Perilaku dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Telinga pada Tenaga Kerja di PLTD Ampenan. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 41, pp. 90 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba Dewa Ketut Tirtayasa, I Kadek Saputra. 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna Pestisida. COPING Ners Journal, 33, pp. 73-74 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli 2001. The Psychology of Safety Handbook. New York Lewis S. 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. FKIK Universitas Islam Negeri Syarif 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Depok FKM Universitas 2013. Analisis Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and Classifi cation System HFACS. Tesis. Surabaya FKM Universitas M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati of Manpower, the Workplace Safety and Health Council, the National Work at Height Safety Taskforce. 2011. Safety Analysis and Recommendation Report on Work At Height A Study of 126 Falls from Height FFH cases D. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta FKIK UIN Syarif S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta Rineka I., Indriati, P. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penggunaan 234 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234APD pada Pekerja Kerangka Bangunan. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health Vol. 1 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli Y. 2012. Implementasi Prosedur Bekerja di Ketinggian di PT. BBS Indonesia WTC 2 Project. Tesis. Depok Universitas Indonesia. ... Out of 32 risks, there were 12 critical risks, or the RPN values which were higher than the critical RPN values. The 12 risks included the damage to the goods in the process of loading the goods 14, the inaccuracy in the number of goods in the process of loading the goods 15, the damage to the goods in the process of unloading the goods 16, the inaccuracy in the number of goods in the process of unloading the goods 17, the damage to the goods in the process of deconsolidation/consolidation of the goods 18, the damage to the goods in the process of shipping the goods 21, the presence of criminal acts in the process of shipping the goods 22, road accidents during the shipping 23, vehicle damage when shipping 24, vendors took over the company's customers under-the-table 30, the company's customers contacted the company's vendors directly under-the-table 31, complaints from the customers due to the longer lead time of the shipment 32.Value of RPN is shown in Table 3. ...... This is in line with the results of research by Pradipta et al. [27] which states that employees who understand the importance of working according to SOPs are less likely to violate them. To improve the supervision system for each job, the regulations related to punishment for workers who do not obey the SOPs can be proposed [27][28][29][30]. Pradipta et al. [27] and Dyanita [30] also state that a good communication between workers can also influence them to obey the SOPs. ...... To improve the supervision system for each job, the regulations related to punishment for workers who do not obey the SOPs can be proposed [27][28][29][30]. Pradipta et al. [27] and Dyanita [30] also state that a good communication between workers can also influence them to obey the SOPs. ...Elisa Kusrini Kholida HanimRisk of goods and security incidents, such as theft, boycott, smuggling and terrorism are likely to occur in a shipping process, therefore risk controls are needed to reduce the adverse effects. A research on the supply chain security risk management based on ISO 28001 security supply chain is conducted to overcome such problems. The purpose of this research is to analyse compliance & supply chain security risks and propose a mitigation based on ISO 28001 in a logistic service provider in Indonesia. A gap analysis is conducted to assess the compliance of security performance in seven areas, supply chain security management, security plans, asset security, personnel security, information security, security of goods & conveyance and transportation units closed cargo. The result of the assessment showed that a compliance level of above 75% indicates that the company is ready to implement an ISO 28001. The risk mitigation plan is proposed based on Failure mode effect analysis FMEA which calculates the Risk Priority Number RPN. The RPN value indicates the level of risk where the higher the value, the more critical the risk and become the priority to handle. The mitigation proposed for managing risk are reducing, sharing and avoiding.... Sektor konstruksi mempunyai bidang kerja yang berhubungan dengan peralatan yang berbahaya, lingkungan, dan zat-zat yang mempengaruhi kondisi fisik, kesehatan serta keselamatan pada pekerja [1]. Salah satu bidang sektor kontruksi yang dikerjakan yaitu bidang ketinggian [2]. "Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda" [3]. ...... Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian pada pekerja PT Sri Murni. Penelitin tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan SOP dengan p value sebesar 0,464 [2]. ...Devy Indra PrabawatiMifbakhuddin MifbakhuddinDiki Bima PrasetioLatar belakang Penerapan Standard Operasional Procedure SOP yang baik sangat diperlukan guna melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, terutama pada pekerjaan yang meiliki risiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian. Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, pengawasan dan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan studi cross setional. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja ketinggian di PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik dengan uji chi square. Hasil Sebagian besar pekerja patuh dalam melaksanakan SOP yaitu sebesar 62,5%. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik 32,5%, cukup 35,0%, dan pengetahuan kurang 32,5%. Pekerja dengan sikap positif sebanyak 37 orang 92,5% dan negatif 3 orang 7,5%. Pengawasan baik 75,0%, pengawasan kurang baik 25,0%. Masa kerja ≥ 5 tahun sebanyak 21 orang 52,2% dan masa kerja < 5 tahun sebanyak 19 orang 47,5%. Hasil uji Chi Square variabel yang berhubungan dengan kepatuhan adalah variabel pengetahuan p value = 0,005, pengawasan p value = 0,000, masa kerja p value = 0,004 sedangkan variabel sikap tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP p value = 1,000. Kesimpulan Kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP dipengaruhi oleh pengetahuan, pengawasan dan masa kerja.... The results of Fairyo and Wahyuningsih 2018 research, in a construction company, it was found that 84% of workers did not use PPE when working. In addition, of construction workers do not comply with work instructions Dyanita, 2017. In addition, the implementation of housekeeping in the workshop area has been carried out, but there are obstacles, namely the lack of interest and cooperation of maintenance workers in the implementation of housekeeping. ...Adinda Novia ArdhaniNoeroel WidajatiRika AmeiliawatiBackground Construction companies are one of the highest accident-prone fields. One of the efforts to protect the safety and health of construction workers is OHS compliance from the aspect of compliance in using PPE, following work instructions and implementing routine and periodic housekeeping. OHS compliance and housekeeping implementation to prevent the risk of work accidents. However, based on conditions in the field, many workers still do not comply with OHS and have not implemented housekeeping properly. Purpose To determine the relationship between OHS compliance, housekeeping implementation, and occupational injury risk in a construction company. Method This study was an observational study type using a cross-sectional approach. A total of 98 people were used in the sample for this study. Data analysis was performed using the phi test and contingency coefficient test. Result There is a relationship p=0,000 with a strong relation phi= between OHS compliance and occupational injury risk, and there is a relationship p=0,000 with a moderate level of relationship r= between the housekeeping implementation levels and occupational injury risk for the construction company workers. Conclusion There is a strong relation between OHS compliance and occupational injury risk and a relatively strong relation between housekeeping implementation levels and occupational injury risk in construction company workers.... In addition, a report from the Workplace Safety and Health Council stated that falling from height is the largest contributor to occupational accidents caused by working at height. There were 126 occurrences of falling from height between 1998 and 2008 Dyanita, 2018. ...Dana ApriliaAziz RamadhanIntroduction As one of the largest fertilizer industrieswith high competitiveness and high interest from consumers, the Gresik Fertilizer Company has various potential hazards that can cause workplace accidents, one of which is the danger of working at height. This study aims to determine the Occupational Safety and Health OSH programs and the application of hazard control of working at height in the Gresik Fertilizer Company. Methods This study used a descriptive analysis method with a cross sectional study design. The variables studied were the hazard control efforts, the procedures to control the hazard, and the application of the hazard control process of working at height. Data collection techniques derived from secondary data in the form of company’s documents, and the data analysis method used in this study was in the form of qualitative method. Results the Gresik Fertilizer Company has several OSH programs for the control of hazard of working at height with a success rate of 90%, have control methods of working at height with a success rate of 90%, and have guidelines for working at height with a success rate of 85%. Conclusion The Gresik fertilizer company has OSH programs to control working at height, has hazard control methods for working at height, and guidelines for working at height. Keywords control efforts, fertilizer company, working at height hazardsTri Wahyuni LestariLusitawati Lusitawati Annisa RizkyHadi SiswoyoWET CUPPING THERAPY PRACTITIONER AND STANDARD OPERATING PROCEDURESBackground Traditional wet cupping therapy is an invasive alternative therapy in the community. To ensure its safety, it is necessary to conduct research on the compliance of wet cupping practitioners against the Standard Operating Procedure SOP. Purpose To obtain an overview of the compliance of cupping therapy practitioners with the Standard Operating Procedure PSO in DKI This study was a cross-sectional study, conducted on 30 wet cupping practitioners in the DKI Jakarta area who fulfilled the inclusion and exclusion criteria. The method of data collection is done by observing cupping practitioners, each of them 3 times to avoid bias behavior of respondents who deliberately do it because they are being observed. Data analysis was carried out descriptively and analytically. Test the relationship between independent and dependent variables is done to determine the factors associated with The average value of compliance with cupping practitioners in the PBI member of DKI Jakarta against PSO is percent. Factors related to the compliance of cupping therapy members of the Jakarta DKI Cupping Association PBI towards Standard Operating Procedure PSO there are 3 variables, namely the year passed the standardization test, facilities and compliance, wet cupping, Standard Operating ProcedurePendahuluan Terapi tradisional bekam merupakan terapi alternatif yang bersifat invasif yang ada di masyarakat. Untuk memastikan keamanannya maka perlu dilakukan penelitian mengenai kepatuhan para praktisi bekam terhadap Prosedur Standar Operasi PSO.Tujuan memperoleh gambaran kepatuhan para praktisi terapi bekam terhadap Standar Prosedur Operasional PSO di DKI Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional, dilakukan pada 30 orang praktisi bekam di wilayah DKI Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi terhadap praktisi bekam, masing-masing sebanyak 3 kali untuk menghindari bias perilaku responden yang sengaja dilakukan karena mengetahui sedang diamati. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Uji hubungan antar variabel independen dan dependen dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Nilai rata-rata kepatuhan praktisi bekam anggota PBI DKI Jakarta terhadap PSO yaitu 81,47 persen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan praktisi terapi bekam anggota Perkumpulan Bekam Indonesia PBI DKI Jakarta terhadap Prosedur Standar Operasi PSO ada 3 variabel yaitu tahun lulus uji standardisasi, sarana prasarana dan CandraSafe behaviour in company could prevent Noise Induce Hearing Loss. Safe behaviour that could prevent hearing loss is the compliance of wearing ear protector. It could be shaped by using the activator-behaviour-consequence ABC method that can be influenced by forming behaviour factors knowledge, training, and supervision and positive reinforcement. The aim of this research was to analyze the association between forming behaviour factors with the compliance of wearing ear protector. This was an observational analytic study with cross sectional approach with 18 workers in maintenance section of PLTD Ampenan as sample. Data were collected through questionnaire, interview, and observation. Data were analyzed used pearson chi-square and fisher exact test to obtain the association between variables. The results showed that most of the workers in maintenance section of PLTD Ampenan had the compliance of wearing ear protector. There were significant correlation between knowledge, training, supervision, and positive reinforcement with the compliance of wearing ear protector. Supervision has a very strong correlation coefficent 1,000. The more workers feel himself under supervision, the better their behaviour will be. It is recommended that the company can perform all forming behaviour factors especially improve the supervision method in order to make all workers have the compliance of wearing ear protector. Keywords forming behaviour factor, safe behaviour, ABC methodStatistik untuk Kedokteran dan KesehatanM DahlanSopiyudinDahlan, 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna PestisidaDewa A A I DarmayantiDarmayanti, Dewa Ketut Tirtayasa, I Kadek Saputra. 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna Pestisida. COPING Ners Journal, 33, pp. 73-74 [e-journal] terdapat di http// diakses pada tanggal 14 Juli yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II TahunSiti HalimahHalimah, S. 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Skripsi. Jakarta FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan Terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu MotorHayatiHayati. 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Depok FKM Universitas Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and Classifi cation System HFACSD N HaqiHaqi, 2013. Analisis Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and Classifi cation System HFACS. Tesis. Surabaya FKM Universitas Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati BantulM JudhaJudha, M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul. Ministry of Manpower, the Workplace Safety and Health Council, the National Work at Height Safety Taskforce. 2011. Safety Analysis and Recommendation Report on Work At Height A Study of 126 Falls from Height FFH cases yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok CabeDwi NurvitaNurvita, D. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Bukuini berisikan prosedur kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menerapkan Good Governance dengan mengimplementasikan SPMI. pendidikan tinggi di Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah untuk mewujudkan visi dan misi Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. Adapun Buku Formulir Mutu berisi tentang buku
Prosedur Bekerja di Ketinggian yang Aman Sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 Apakah cara Anda bekerja di ketinggian sudah aman? Prosedur Bekerja di Ketinggian – Data mencatat pada tahun 2018 terdapat peningkatan kasus kecelakaan kerja sebanyak 40% dan salah satu yang mendominasi adalah kecelakaan kerja akibat terjatuh di ketinggian, termasuk kegiatan konstruksi maupun perawatan gedung. Sejatinya, standar bekerja di ketinggian sudah diatur sebagaimana Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 Bekerja di Ketinggian. Dalam peraturan tersebut, telah dijelaskan pengerian dan juga persyaratan standar K3 di ketinggian. Seperti apakah itu? Mari kita bahas. Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 Bekerja di Ketinggian bab 1 Pasal 1 ayat 2, “Bekerja pada Ketinnggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh Tenaga Kerja pada Tempat Kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau orang lain yang berada di Tempat Kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda.” Dengan kata lain apabila tempat kerja Anda memiliki jarak yang tinggi dari tanah yang Anda pijak atau berada di kedalaman tertetu di bawah tanah atau air, kegiatan yang Anda lakukan bisa termasuk dalam kegiatan bekerja di ketinggian. Berdasarkan medan pekerjaannya yang tidak umum, bekerja di ketinggian juga menyimpan potensi bahaya dan penyakit yang tidak main-main. Maka dari itu, dalam setiap upaya bekerja di ketinggian, perusahaan diwajibkan untuk mampu mengimplementasikan 5 prosedur utama bekerja dengan aman di ketinggian. Apa saja itu? Perencanaan Sebelum mengizinkan pekerja untuk bekerja di ketinggian, perusahaan harus memiliki konsentrasi yang serius terhadap tahap perencanaan. Yang dimaksdu tahapan ini adalah seluruh bentuk perencanaan terhadap keamanan dan keselamatan pekerja nantinya selama mereka bekerja di ketinggian seperti faktor ergonomi selama bekerja, menyediakan penanggung jawab dan pengawas selama bekerja, memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan benar-benar tidak bisa dilakukan di lantai dasar dan harus diketinggian, merumuskan langkah-langkah pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya. Diharapkan dengan adanya perencanaan yang matang, potensi munculnya risiko akibat terjatuh dari ketinggian bisa dihindari hingga tidak memakan korban sama sekali. Prosedur Kerja Prosedur selanjutnya yang harus dipenuhi adalah bagaimana perusahaan membuat prosedur kerja yang ideal bagi pekerja selama melakukan pekerjaan di ketinggian. Prosedur kerja ini secara umum dapat meliputi Teknik dan cara perlindungan jatuh. Cara pengelolaan peralatan. Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan. Pengamanan Tempat Kerja. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Selain itu, perusahaan juga harus membuat prosedur kerja dengan mendefinisikan daerah berbahaya seperti pembagian antara wilayah berbahaya, wilayah waspada, dan wilayah yang aman. Pastikan seluruh prosedur yang dibuat telah tersosialisasikan kepada seluruh pekerja sehingga pekerja dapat mengikuti instruksinya dan bekerja secara aman. Teknis Bekerja Aman Setelah perencanaan dan prosedur kerja, Permen Kemenakertrans No. 9 Tahun 2016 ini juga mengatur teknis bekerja yang aman. Setidaknya ada 5 teknik bekerja yang aman sesuai dengan yang disebutkan di ayat 1 yaitu Bekerja pada Lantai Kerja Tetap. Bekerja pada Lantai Kerja Sementara. Bergerak secara vertikal atau horizontal menuju atau meninggalkan lantai kerja. Bekerja pada posisi miring. Bekerja dengan akses tali. Dari masing-masing teknik tersebut terdapat penjelasan dan saran untuk dalam pengimplementasiannya seperti pemasangan dinding, penggunaan tali, dan lain sebagainya yang akan kita bahas di tulisan selanjutnya. APD, Perangkat Pelindung Jatuh, dan Angkur Karena memikul risiko yang cukup besar, setiap pekerja di ketinggian wajib dilengkapi dengan alat pelindung diri atau APD. Apa saja jenis APD yang dibutuhkan juga akan sangat tergantung dari detail pekerjaan yang dijalani, apakah untuk gedung, bekerja di atas kontainer, penggunaan crane, dan lain-lain. Namun setidaknya ada 3+3 alat yang tidak boleh dilewatkan untuk setiap jenis pekerjaan di ketinggian, alat-alat tersebut antara lain Sabuk/Tali Keselamatan Helm Keselamatan Sepatu Keselamatan Kacamata Keselamatan Sarung Tangan Masker Tenaga Kerja Persyaratan terakhir yang diatur Permen Kemenakertrans No. 9 Tahun 2016 tentang Bekerja di Ketinggian adalah standar pekerja yang diizinkan untuk bekerja di ketinggian. Bekerja di ketinggian tidak bisa melibatkan pekerja secara asal. Para pekerja yang akan bekerja di ketinggian wajib memiliki skill atau kemampuan dalam menggunakan alat-alat kerja dan juga pengetahuan serta kesadaran untuk bekerja secara aman bagi dirinya dan orang-orang di sekitar. Dengan kata lain, pekerja di ketinggian wajib orang yang kompeten dan berwenang karena mengerti bidang K3 di Ketinggian. Untuk bisa menjadi kompeten dan berwenang, orang-orang yang ingin bekerja di ketinggian haruslah mampu membuktikan kompetensi mereka melalui sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Kemnaker. Ya, Anda bisa mengikuti Training Bekerja di Ketinggian bersama HSE Prime dan mendapatkan sertifikat valid sebagai bukti kompetensi Anda. Itulah 5 persyaratan bekerja di ketinggian. Pastikan Anda dan perusahaan menerapkan semuanya agar tidak melawan hukum dan memberikan kepastian keamanan pada seluruh pekerja sebagai hak dasar pekerja. Jika Anda ingin mengetahui lebih mendalam seputar Bekerja di Ketinggian, Anda dapat mengikuti Pelatihan Bekerja di Ketinggian. Ingin lebih eksklusif? Daftar langsung untuk In-House Training dan tentukan jadwal sendiri! Hubungi kami di atau klik di sini. Sumber bw6JMw.
  • 4s20krorqp.pages.dev/847
  • 4s20krorqp.pages.dev/136
  • 4s20krorqp.pages.dev/23
  • 4s20krorqp.pages.dev/359
  • 4s20krorqp.pages.dev/690
  • 4s20krorqp.pages.dev/202
  • 4s20krorqp.pages.dev/193
  • 4s20krorqp.pages.dev/395
  • 4s20krorqp.pages.dev/802
  • 4s20krorqp.pages.dev/722
  • 4s20krorqp.pages.dev/69
  • 4s20krorqp.pages.dev/459
  • 4s20krorqp.pages.dev/747
  • 4s20krorqp.pages.dev/868
  • 4s20krorqp.pages.dev/131
  • standar operasional prosedur bekerja di ketinggian